Jumat, 23 Januari 2009

Green Day

Coba pejamkan mata kalian sebentar. Bayangkan suasana tempat yang hijau, padang rumput luas. Kalian sayup sayup juga mendengar suara gemericik air gunung yang mengalir melalui sungai sungai bebatuan yang .... sueger airnya. Padang rumput segar yang jika dilihat sampai ke ujung dunia akan berbatasan dengan lagit biru yang juga nggak kalah sueger. Setiap langkah kaki yang kita buat, sekali lagi rambut kita akan dipermainkan oleh angin yang berhembus pelan. Amboi, betapa segarnya udara ini.

Terlalu berlebihan kah?

Mungkin sebagian dari kita akan sangat mudah, bahkan cenderung sedikit lebay dalam berimajinasi tentang kondisi yang tadi gue bayangin. Kemudian, adakah dari kalian yang sulit menghayati imajinasi tersebut? Gimana sih Beh rasanya berjalan diantara rumput rumput hijau itu? Suara angina sepoi sepoi itu merdu nggak sih? Atau gimana bentuk lobang hidung kita kalau lagi menghirup udara segar?

Ya, gue sendiri mengalami sedikit kesulitan dalam menghayati imajinasi gue tadi, kenapa? Karena ini jarang sekali terjadi.

Melihat latar belakang gue, sebagai anak kota, bias dibilang jarang sekali terjadi gue melihat pemandangan rumput hijau, langit biru cerah dengan udara segar sebagai aksesorisnya. Setiap kali gue keluar rumah, berangkat ke sekolah, jalan sama temen bahkan cuma beli gorengan doang di warung sebelah, yang ada adalah suasana panas dan berdebu yang tidak asyik dipandang mata (Itulah salah satu alasan kenapa gue jadi item kayak gini mirip sama dakocan).

Jepara yang notabenya bukan kota politan pun kini kondisinya sudah cukup memprihatinkan, baca: makin panas makin berdebu. Nah gimana kota kota besar seperti Jakarta? Medan? Surabaya atau Bandung? Sudah berubah menjadi neraka dunia kali yak?

Ada sih Beh, padang rumput hijau yang seger seger, tapi cuman ukuran 30 x 30 cm doang, itupun yang sering dijual di toko toko kembang atau yang sengaja ditempel untuk menghiasi taman taman kota.

Isu global warming yang kini udah basi, bukan cumin sekedar isu tapi kini sedang terjadi rasanya tidak akan terselesaikan hanya dengan “niat”.

“Gue bakal nanem 1000 pohon biar saingan sama Ibu Ani Yudhoyono!!”

“Tapi baru niat doang sih Beh?” Aduh capek deh

Sudah banyak kok tips tips mudah n gampang buat mengurangi dampak global warming, mungkin anak anak SD sekarang juga udah tau ye?

Sebagai remaja, yang masih fresh pikirannya, masih belum terbebani biaya gas, BBM dan uang listrik, rasa rasanya tidak bijak sekali jika kita nggak bergerak untuk urusan yang satu ini. Come one? Naruto aja berhasil menguasai jurus seribu bayangan, masak kita kita gak bias yang namanya mengurangi dmapak global warming? Atau segala perusakan lingkungan lainnya?

Ada yang nggak tau caranya?

Pertama, gampang kok, gue rasa kita semua yang dulunya pernah sekolah di bangku SD pasti tau sama slogan “buanglah sampah pada tempatnya” yang seringkali bertengger manis di tiap sudut kelas kita. Ya, buanglah sampah pada tempatnya. Tapi kok nggak kedengeran seru n keren ya?

Percayalah, kalau setiap dari kita membuang sampah ke tempatnya, sekalipun bungkus permen karet doang, yang terbentuk adalah bukan hanya tempat yang bersih tetapi juga mental untuk selalu menjaga lingkunga. Kita akan menjadi lebih peduli terhadap lingkungan. Lautan akan kembali bersih tanpa adanya limbah, dari limbah pabrik sampe limbah kondom. Terumbu karang akan kembali menghiasi lautan kita (geliat pariwisata akan kembali merangkak nih), sungai sungai jernih akan kembali mengaliri kota kota kita, banjir dan tanah longsor akan jarang kita jumpai. Tmbuh tumbuhan pun akan senantiasa menjadikan lingkungan kita sehat, meskipun ini hanya berasal dari membuang seuprit bungkus permen ke tempat sampah

Kedua, kurangilah penggunaan BBM . Agak dilematis sih,mengingat kondisi fisik wilayah kita dan semrawutnya sarana transportasi di Indonesia yang tidak mendukung untuk budaya berjalan kaki, bersepeda, ber sepatu roda atau bahkan berotoped ria. Faktor penghambat emang ada, tapi kita bias menyiasatinya kok. Kurangin BBM, kalau mau beli es cincau di warung sebelah, gak usah deh pake motor segala, mana mesinnya dipanasin selama sejam lagi? Atau beralihlah ke transportasi umum?

Emang transportasi kita amat sangat memprihatinkan, kalo pengen nyaman, ya dirawat dong, berakit rakit dahulu deh, kalo nggak ya …naik becak aja, hehhehe, agak doesn’t make a sense sih kalo ke puncak naik becak.

Ketiga, gue yakin kalian lebih paham gimana caranya bertindak. Sesuaikan kondisi kalian dengan langkah kerja kalian. Mulai dari hal yang sepele, mematikan lampu, belanja pake tas dari rumah, membantu bapak bapak yang sedang bekerja bakti atau kayak gue sekarang ini, memotivasi kamu remaja kreatif kayak kita kita ini.

Let's go !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar